Advertisemen
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah
prostitusi di Indonesia saat ini merupakan isu yang selalu menjadi sorotan
tajam masyarakat. Praktik prostitusi membawa dampak yang merugikan orang
banyak yang merugikan orang banyak dengan penularan penyakit seksual termasuk HIV/AIDS
dan tumbuhnya tindak kekerasan, walaupun dilain pihak ada kelompok orang yang
diuntungkan dengan tindak prostitusi tersebut.
Kegiatan
prostitusi apabila sudah terjadi disuatu tempat, maka akan sulit dihilangkan,
meskipun keberadaan kegiatan prostitusi pada masyarakat Indonesia tidak dapat
ditolerir karena bertentangan dengan norma-norma kehidupan masyarakat terutama
norma agama yang sudah melembaga.
Penanganan
masalah prostitusi merupakan salah satu orientasi pembangunan kesejahteraan
sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial sebagai usaha yang terancang dan
terarah dengan berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk
memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial dan
memperkuat institusi-institusi sosial. Ciri utama pembangunan kesejahteraan
sosial adalah holistik-komprehensif dalam arti setiap pelayanan sosial yang
diberikan senantiasa menempatkan penerima pelayanan sebagai manusia, baik
sebagai individu maupun kolektivitas yang tidak terlepas dari sistem lingkungan
sosio-kulturalnya.
BAB II
FAKTOR PENYEBAB PROSTITUSI
Berikut
ini identifikasi masalah dengan mengungkapkan berbagai faktor penyebab internal
dan eksternal dari masalah Prostitusi yang terjadi
2.1.1 Faktor
Internal
a. Frustrasi
Frustrasi
merupakan pencapaian tujuan yang terhambat. Orang akan mengembangkan mekanisme
petahanan diri untuk mengatasi frustrasi yang dialamnya. Salah satu mekanisme
adalah rasionalisasi, yaitu suatu kondisi dimana seseorang menciptakan
alasan untuk membenarkan perilakunya. Contoh alasan yang sering
dikemukakan seseorang sampai menjadi Wanita Tuna Susila (WTS) antara lain
kegagalannya dalam membina rumah tangga. Mereka merasa impiannya untuk
menciptakan keluarga yang harmonis tidak terwujud, dan sebagai bentuk pelariannya
mereka menjual diri untuk mendapatkan kepuasan.
b. Kelainan Seksual
Suatu
kondisi kejiwaan seseorang terkait dengan seksualitas seperti hypersex yaitu
orang yang tidak pernah puas dalam melakukan hubungan intim diukur dari
intensitas hubungan. Kondisi kejiwaan ini menyebabkan dia memiliki keinginan
berlebihan diluar kemampuan orang pada umumnya dalam berhubungan intim,
sehingga harus mencari orang diluar untuk memenuhi kebutuhannya.
c.
Dekadensi Moral
Modernisasi
dan informasi yang berkembang pesat pada satu sisi menyebabkan perubahan nilai
dan norma dalam masyarakat. Pada sisi lain, perubahan nilai dan norma, relative
mengalami penurunan, dari sesuatu yang dianggap tabu atau tidak layak
dipublikasikan menjadi sesuatu yang biasa.
d. Latar belakang pendidikan yang
rendah
Rendahnya
tingkat pendidikan berimplikasi pada keterbatasan ruang untuk mencari nafkah.
Masalah ketidak mampuan ini dipecahkan dengan mencari sumber penghidupan
yang tidak mengenal status pendidikan dan social yaitu dengan “menjual diri”
yang dianggap tidak merugikan lain.
e.
Pengendalian diri yang kurang
Setiap
manusia memiliki kemampuan fisik, kognitif (berpikir) dan mental untuk
mengendalikan diri maupun lingkungannnya dalam mencapai tujuan hidupnya.
Ketidak mampuan orang dalam mengndalikan diri menyebabkan orang cenderung
mengambil sikap mencari jalan pintas unuk mencapai tujuan tanpa
mempertimbangkan resiko.
f.
Potensi Fisik
Kecantikan
dan kemolekan tubuh kadang dapat menjadi modal dan pendorong wanita dengan
pengendalian diri yang rendah untuk memanfaatkannya menjadi pelacur.
g. Orientasi Materialisme
Modernisasi
membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi, sehingga orang-orang
yang dibutuhkan dan mampu untuk eksis adalah orang-orang yang berpendidikan
tinggi disertai dengan kualitas keterampilan dan pengetahuan yang memadai.
Kondisi ini menyebabkan orang yang tidak memiliki pendidikan, keterampilan dan
pengetahuan yang tinggi akan tersingkir, sehingga cara yang mereka tempuh untuk
mempertahankan hidup melalui bisnis prostitusi.
2.1.2 Faktor
Eksternal
a. Konflik Keluarga (Perceraian)
Terjadinya
perceraian dapat menjadi pendorong seseorang melakukan prostitusi, karena
tuntutan kebutuhan hidup dan kebutuhan seksual.
b. Sumber pendapatan keluarga/tuntutan
ekonomi
Tuntutan
ekonomi keluarga menjadi alasan orang melakukan kegiatan prostitusi.
Hamper seluruh WTS mengirimkan uang kepada orang tua dan keluarganya.
Karena keuntungan dapat dirasakan keluarga, maka prostitusi tetap berlangsung
c.
Kontrol masyarakat rendah
Praktik
pornoaksi-pornografi akan tetap ada dan berkembang bila control masyakat
rendah, karena orang menjalani pornoaksi-pornografi tidak merasa ada tekanan
dari masyarakat, sehingga dapat dengan melakukan tindakan prostitusi.
d. Industrialisasi/modernisasi
Industrilisasi
mendorong timbulnya budaya pornoaksi-pornografi.
e.
Migrasi
Motif
ekonomi (uang) menarik banyak peempuan dari pedesaan untuk menjadi pelaku
pornoaksi-pornografi diperkotaan.
f.
Perubahan nilai-nilai (moral)
masyarakat
Rasionalisasi
yang terbentuk dalam masyarakat tertentu terhadap pornoaksi-pornografi bahwa
pornoaksi-pornografi secara signifikan merubah pola nilai dan norma masyarakat,
sehingga kondisi tersebut cenderung dipelihara.
g. Perubahan nilai-nilai tentang
pernikahan
Lembaga
perkawinan sebagai ikatan kesetiaan yang sah antara laki-laki dan perempuan
dalam kurun waktu telah mengalami penurunan nilai, seperti perselingkuhan.
h. Lingkungan sosial yang tidak sehat
Lingkungan
tempat tinggal sangat berpengaruh, baik secara positif dan negative terhadap
individu yang bermukim. Apabila lingkungan tempat tinggal kurang sehat, maka
secara psikis mempengaruhi perilaku dan pola piker masyarakat, terutama
anak-anak.
i.
Korban penyalahgunaan sekssual, baik
didalam maupun diluar keluarga.
Korban
penyalahgunaan seksual seringkali memilih praktek pornoaksi-pornografi sebagai
perilaku lanjutannya (termasuk kekerasan seksual).
j.
Modelling
Pelaku
postitusi menjadi model yang signifikan bagi orang disekitarnya. Meskipun
mereka tidak lagi berprofesi sebagai pelaku pornoaksi-pornografi, namun karena
mereka telah sukses, maka ex pelaku prostitusi ini kemudian menjadi agen bagi
pelaku prostitusi yang baru.
k. Akulturasi yang di dominasi budaya
barat
Masuknya
budaya barat yng menjunjung tinggi kebebasan menjadi pemicu maraknya
pornoaksi-pornografi dikalangan masyarakat modernis.
l.
Ekspresi seni
Adanya
anggapan bahwa pornoaksi-pornografi merupakan suatu kemerdekaan dalam
mengekspresikan bentuk lain dari seni. Adanya pose-pose bugil, tarian erotis,
atau peran-peran dalam film yang didominasi peran eksploitasi seksual, dianggap
sebagai kebebasan untuk berekspresi.
Wanita Tuna Susila adalah seseorang yang mempunyai
mata pencaharian dengan cara memberikan pelayanan seksual di luar perkawinan
kepada siapa saja dari jenis kelamin berbeda yang tujuannya adalah untuk
mendapatkan imbalan berupa uang.
Para WTS umumnya bekerja di tempat
pelacuran yang terorganisir maupun yang tidak terorganisir. Berikut ini tempat
pelacuran berdasarkan jenisnya.
Pelacuran yang terorganisir :
¨ WTS
berada di bawah pengawasan langsung mediatornya seperti germo, mucikari, mami.
¨ Termasuk
di dalamnya: lokalisasi WTS, panti pijat plus dan tempat-tempat yang
mengusahakan wanita panggilan.
¨ Aktivitasnya
tergantung pada mucikari, penjaga keamanan atau agen lainnya yang membantu
mereka untuk berhubungan dengan calon pelanggan serta melindungi dalam kondisi
bahaya.
¨ Berbagi
hasil dengan mediator.
Pelacuran yang tidak terorganisir :
¨ WTS
mencari pelanggannya sendiri tanpa melalui mediator. Langsung transaksi dengan
pelanggan.
¨ Termasuk
di dalamnya: perempuan jalanan, perempuan lainnya yang beroperasi secara gelap
di tempat umum, wanita panggilan yang bekerja mandiri, ayam kampus, wanita
simpanan.
¨ Tempat:
mal, diskotik, pub, café, dsb
¨ Posisinya
lemah saat menghadapi pelecehan baik dari pelanggan atau perazia
¨ Tidak
perlu berbagi hasil dengan mediator
Wawancara dengan PSK
Wawancara dilakukan di wilayah
Manado dan sekitarnya pada Hari Senin, 17 April 2017 pukul 23.00 WITA
Wawancara dilakukan di wilayah
Manado dan sekitarnya.
Pewawancara
|
Klien
|
Starla bolehkah kami
bertanya-tanya tapi tidak usah servis. Kami akan bayar tapi kami hanya ingin
bertanya-tanya.
Tidak apa-apa. Kami hanya ingin
bertanya tentang kehidupan kalian.
Jadi tidak apa-apa kami
bertanya-tanya?
Oh iya. Anda berasal dari mana?
Pendidikan terakhir kalau boleh
tahu?
Umur anda berapa?
Kenapa anda memilih jadi seperti
ini?
Sudah berapa lama bekerja seperti
ini?
Kalau boleh tahu anda sudah
berumah tangga?
Anda memiliki anak?
Kalau sehari anda melayani berapa
banyak pelanggan?
Sehari penghasilan anda berapa?
Kenapa tidak mencari pekerjaan
lain?
Oh, saya pikir disini banyak
lowongan pekerjan?
Oh, bolehkah kita foto bersama.
|
Boleh tapi nanti kalian yang akan
rugi.
Oh iya.
Iya tidak apa-apa. Kalau saya bisa
jawab saya akan jawab.
Saya berasal dari minahasa (bukan
daerah yang sebenarnya).
SMA.
28 tahun.
Yah karena masalah ekonomi.
Sudah 2 tahun tidak setiap hari.
Kalau malas yah tidak.
Sudah tapi belum menikah.
Iya.
Biasa kalau rasa cukup 1 atau 2.
Tidak mementu, kadang Rp. 300.000,
kadang sampai Rp. 1.500.000. Tidak menentu pokonya.
Saya ingin mencari pekerjaan lain
tapi pendidikan hanya seperti ini di tambah umur yang semakin tua.
Lebih enak begini langsung terima
hasilnya hari itu juga.
Iya boleh.
|
BAB III
PENUTUP
Prostitusi adalah salah satu bentuk
deviasi social yang dapat menimbulkan berbagai dampak social dalam kehidupan
warga masyarakat. Oleh karena itu, ruang geraknya perlu dibatasi agar tidak
meluas dimasyarakat. Prostitusi dilate belakangi oleh berbagai factor
yang bersifat internal dan eksternal, yang meliputi berbagai aspek yang saling
terkait antara factor yang bersifat budaya, kondisi ekonomi, kurangnya
pemahaman agama, dan factor biologis.
Ilmuwan dibidang pengetahuan social termasuk
penelitian mempunyai peran yang sangat penting dalam perumusan kebijaksanaan
dan program-program kesejahteraan social antara lan yang terkait dengan masalah
pencegahan penyebarluasan prostitusi. Banyak masalah yang timbul dalam upaya
perubahan cara hidup WTS, khususnya yang berkaitan dengan teknis penyantunan
dan rehabilitasi mereka. Dengan demikian masalah-masalah tersebut perlu
dipelajari.
Isu utama dalam lingkup penelitian pencegahan prostitusi
adalah menemukan bagaimana penyandang masalah WTS segera merubah prilaku,
memberi kesempatan-kesempatan pekerjaan normative, apa hambatan, dan reaksi
terhadap kebiasaan masa lalu.
Advertisemen